Senin, 10 Februari 2014

Que sera sera

When I was just a little girl,
I asked my mother, "What will I be?
Will I be pretty?
Will I be rich?"
Here's what she said to me:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be."

When I was just a child in school,
I asked my teacher, "What will I try?
Should I paint pictures?
Should I sing songs?"
This was her wise reply:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be."

When I grew up and fell in love,
I asked my sweetheart, "What lies ahead?
Will we have rainbows
Day after day?"
Here's what my sweetheart said:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be."

Now I have children of my own.
They ask their mother, "What will I be?
Will I be handsome?
Will I be rich?"
I tell them tenderly:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be.
Que sera, sera!"

written by Jay Livingston and Ray Evans

Kehidupan-kematian

Pada suatu hari "Kematian" dan "Kehidupan"
bertemu satu sama lain, lantas mereka ngobrol:

Kematian : "Kenapa orang2 itu menyukai kamu,
tapi mereka amat membenci aku?"

Kehidupan (menjawab sambil tersenyum) :
"Orang-orang menyukaiku karena aku adalah
'dusta yang indah', sedangkan mereka
membencimu karena kamu adalah 'kebenaran
yang menyakitkan'."

-entah siapa yg pertama kali menulisnya beberapa bilang Kahlil Gibran, tapi bisa jadi quote ini lebih lama dibanding itu.

*melupakan

Repost ilmu sederhana tapi mungkin bisa berguna untuk yang membutuhkan dari bang tere liye

Ketika kita mencoba melupakan kejadian
menyakitkan, melupakan orang yg membuat rasa
sakit itu, maka sesungguhnya kita sedang
berusaha menghindari kenyataan tersebut. Lari.

Pun sama, ketika kita ingin melupakan orang yg
pernah kita sayangi, hal2 indah yang telah berlalu.
Maka, sejatinya kita sedang berusaha lari dari
kenangan atau sisa kenyataan tsb.
Kabar buruk buat kita semua, mekanisme
menyebalkan justeru terjadi saat kita berusaha lari
menghindar, ingatan tersebut malah memerangkap
diri sendiri. Diteriaki disuruh pergi, dia justeru
mengambang di atas kepala. Dilempar jauh2, dia
bagai bumerang kembali menghujam deras.
Semakin kuat kita ingin melupakan, malah
semakin erat buhul ikatannya.
Bagaimana mengatasinya?

Justeru resep terbaiknya adalah kebalikannya.
Logika terbalik. Apa itu? Mulailah dengan
perasaan tenteram terhadap diri sendiri. Berdamai.
Jangan lari dari kenangan tersebut. Biarkan saja
dia hadir, bila perlu peluk erat. Terima dengan
senang hati. Bilang ke diri sendiri: "Sy punya
masa lalu seperti ini, pernah dekat dengan orang
menyakitkan itu, sy terima semua kenyataan
tersebut. Akan saya ingat dengan lega, karena sy
tahu, besok lusa sy bisa jadi lebih baik--dan
semua orang berhak atas kesempatan
memperbaiki diri." Letakkan kenangan tsb dalam
posisi terbaiknya.

Maka, mekanisme menakjubkan akan terjadi.
Perlahan tapi pasti, kita justeru berhasil
mengenyahkan ingatan itu. Pelan tapi pasti,
kenangan tersebut justeru menjadi tidak penting,
biasa-biasa saja. Dan semakin kita terbiasa,
levelnya sama dengan seperti kenangan kita
pernah beli bakso depan rumah, hanyut dibawa
oleh hal2 baru yg lebih seru.

Ketahuilah, racun
paling mematikan sekalipun, saat dibiasakan,
setetes demi setetes dimasukkan dalam tubuh,
dengan dosis yang tepat, besok lusa jika kita tdk
semaput oleh racun tsb, kita justeru akan jadi
kebal. Apalagi kenangan, jelas bisa dibiasakan.

Itulah hakikat dari: jika kalian ingin melupakan
sesuatu atau seseorang, maka justeru dengan
mengingatnya. Terima seluruh ingatan itu.

*Tere Liye