Rintik hujan mulai terdengar dari jendela kayu di rumahku. Aku berlari dengan kegirangan keluar rumah untuk menyambutnya, menyambut tetesan air yang diturunkan oleh langit. Senyumku semakin mengembang karna hujan kali ini ditemani matahari bersinar agak cerah. Aku menari dengan lincah tak terkendali. Aku sedang menunggu, menunggu sesuatu yang hanya akan muncul di saat hujan rintik seperti ini.
"kaaaaak, jangan ujan-ujanan kayak gitu"
"gapapa buuuun, ujannya juga ga deres qo"
"cepet sini berteduh, baju kamu udah basah gitu"
aku yang masih melompat kegirangan hanya bisa tersenyum memamerkan deretan gigi yang tersusun rapi,
"iya bun, bentar lagi kakak masuk"
bundaku hanya bisa geleng-geleng kepala sambil meletakan handuk di kursi. Aku tidak mau beranjak dari kegembiraan ini, dan masih ada yang aku tunggu.
--------
"apakah kau percaya pada gadis itu?"
"entahlah, tapi ekspresinya selalu menyenangkan jika sedang hujan"
"apa? kau menilai hanya dari ekspresinya?"
"ya, karna tidak semua dari kaumnya menyukai hujan, kebanyakan selalu mencaci ketika anugrah ini turun"
"apa itu membuatnya menjadi berbeda?"
"ya, itu membuatnya sangat berbeda, kau tunggu di sini dan perhatikan dengan seksama"
Makhluk itu turun dari ranting pohon dengan ringan, menjejakan kakinya dengan perlahan, dan membiarkan tubuhnya basah terkena hujan, dia diam di bawah rintik hujan sambil terus memperhatikan gadis yang tak merasakan kehadirannya.
--------
Ku tutup mataku, dan ku hirup dalam2 aroma ini
Aroma yang selalu aku nanti dan rindukan. Sensasi menyegarkan merasuk dan memenuhi rongga tubuhku, senyum ku pun mengembang..
Ini yang aku tunggu, aroma saat langit menyapa tanah lewat hujan, petrichor.
Life is like riding a bicycle - in order to keep your balance, you must keep moving ..
Kamis, 24 Maret 2016
Petrichor
Langganan:
Postingan (Atom)