Repost bacaan menarik, dan semoga bisa diambil hikmah nya
“ TUGAS KITA.... JANGAN BERBURUK SANGKA ”
Dikisahkan tentang seekor keledai tua, milik
seorang petani tua, yang terperosok ke dalam
sebuah sumur tua.
Ah, hari sudah sore.. Sumur itu gelap sekali.
Petani itu begitu menyayangi keledainya, sahabat
perjuangannya selama belasan tahun
menyambung hidup. Maka dicobanya segala cara
untuk mengeluarkan sang keledai.
Mula-mula dengan tali. Diulurkannya ke bawah.
Diteriakinya sang keledai agar menggigit tali itu.
Ditariknya. Dan gagal. Lalu dibuatnya simpul laso.
Diulurkannya ke bawah lagi. Diserunya sang
keledai masuk ke laso. Ditariknya. Berat. Dan
sang keledai berseru-seru serak. Oh itu lehernya
terjerat. Gagal lagi. Dicobanya segala cara dengan
tali. Dan ia gagal. Merasa tak berguna..
Lalu dicobanya mengulurkan sebatang bambu.
“Jepitlah bambu ini dengan kaki-kakimu!”,
teriaknya. Ditariknya lagi. Dan nihil. Segala cara
bambu. Dan semuanya nihil hasil. Dicobanya pula
balok-balok kayu. Dengan segala rekadaya. Dan ia
makin lelah. Dan harapnya makin menguap.
Merembes keluar dari jiwa bersama keringat yang
mengkuyupi pakaiannya.
Matahari makin rendah di barat sana, hari kian
menyenja. Dan sang petani telah mengambil
keputusan bersama keputusasaannya. Ia akan
menimbun sang keledai. Biarlah si keledai tua
beristirahat di sana. Rehat yang tenang setelah
belasan tahun pengabdian. Biarlah.. “Keledaiku
tersayang.. Terimakasih atas persahabatan kita.
Kini saatnya engkau beristirahat. Istirahatlah
dengan tenang..” Matanya basah. Dadanya sesak.
Tangisnya tertahan. Tapi dia mulai mengayunkan
cangkul. Setimbun demi setimbun tanah meluncur
ke dasar sumur.
Si keledai marah ketika segenggam tanah pertama
mengenai punggungnya. Tapi makin lama, ia tahu
apa yang harus dilakukannya. Ia mengangkat
kakinya, naik ke atas tiap timbun tanah yang
jatuh di dekat kakinya. Kadangkala ia harus
bergerak ke tepi, menghindari guyuran tanah dari
atas. Atau menggoyang tubuhnya hebat-hebat,
agar tanah yang menimpa punggung gugur ke
bawah. Tapi ia terus naik. Tiap kali ada tanah
jatuh, ia naik ke atasnya. Begitu terus..
Hingga senja sempurna menjadi malam. Dan sang
petani yang bersedih mengira ia telah sempurna
menguburkan keledai kesayangannya. Dalam lelah,
dalam payah, dalam duka yang menyembilu hati ia
berbaring di samping sumur. Sejenak
memejamkan mata, menghayati gemuruh dalam
dadanya. Dan saat itulah, sang keledai meloncati
tubuhnya dengan ringkikan bahagia, keluar dari
sumur tanpa kurang suatu apa.
Tugas kita adalah berbaik sangka. Bahwa yang
seringkali kita anggap sebagai mushibah,
seringkali bukanlah mushibah itu sendiri. Bahwa
yang seringkali kita anggap sebagai penderitaan,
bisa jadi adalah pertolongan Allah dari jalan yang
tak kita sangka-sangka.
Tugas kita adalah berbaik sangka. Terutama
padaNya.
Tugas kita adalah berbaik sangka. Juga pada
manusia.
Sebagaimana bahwa semua orang yang menyakiti,
menganiaya, melecehkan, dan menzhalimi diri ini
adalah guru bagi kita. Guru yang sejati.
Bukan karena mereka orang-orang bijak. Tapi
karena kitalah yang sedang belajar untuk menjadi
bijak..
Tugas kita adalah berbaik sangka. Juga pada diri
kita ini.
Sebagaimana ketika kita menarik seseorang dalam
kehidupan kita, tentu tujuannya bukanlah untuk
memerinci kesalahan-kesalahannya..
Salam hangat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar