“Gue kangen”
Entah, entah dia dengar atau
tidak. Dia yang sedang asik dengan gadgetnya. Satu hal yang pasti dia tidak merespon
dan hanya asik dengan kegiatannya sambil berjalan disamping gue, sore itu. Cukup
sesak awalnya hingga tanpa komando, tanpa aba-aba alam bawah sadar gue mengambil
alih sistem otak. Namun, setelah kalimat itu terlontar udara hangat mulai
menyelusup keluar dan memberikan kelegaan yang cukup gue nikmati, ya setidaknya
gue udah mengatakannya.
Sudah cukup lama rutinitas ini ga
gue alamin. Kita berjalan beriringan, mendengarkan suara riangnya yang sibuk
berceloteh sendiri, dia sedang asik dengan pikirannya, dan gue cuma bisa
mencuri pandang sosok yang gue kagumi sambil menahan sesuatu yang berdetak
lebih dari biasanya. Sore itu gue mendapat pemandangan yang indah dan cukup
untuk membuat gue tidur pulas malam ini dengan senyuman.
Dia berjalan mendahului gue dan
dengan sigap mengeluarkan roda besinya dari parkiran. Gue termenung sejenak ini nyata Ri, ayo bersikap seperti biasanya
lalu gue bergerak dan duduk manis dibalik punggunya. Ah aroma ini, ini aroma khas dia, aroma yang gue rindukan. Dia
mulai berceloteh kembali, tentang kegiatan kampusnya yang baru, ada aura
semangat saat dia bercerita, ya dia selalu bersemangat jika bercerita tentang
apapun, dan gue pun terbawa semangat untuk mendengarkan apapun yang dia
ceritakan.
Waktu berjalan terasa lebih cepat
sore itu. Gue berharap jalanan macet total yang akan menghambat perjalanan
kami, atau setidaknya memberikan waktu yang lebih lama untuk gue mendengarkan
dia, tapi sayangnya tidak. Disela bercadaan kami, tangan gue refleks memukul
lembut punggungnya. Hal yang selalu gue lakukan dulu jika dia bertingkah
menggemaskan. Hal yang selalu gue sukai
hingga saat ini. Roda besinya dengan lincah membelah jalanan yang cukup
padat, dan dari kejauhan tempat kediaman gue sudah mulai terlihat. Yah mimpi
indah gue sudah saatnya berakhir, sore itu pun terasa semakin memudar
keindahannya. Ketika kami sampai, gue turun dengan tenang, mengucapkan terima
kasih seadanya dan berbalik melangkah menuju kediaman gue. Dia pun kembali
melaju roda besinya untuk melanjutkan perjalanan. Tanpa dia tau, gue terdiaman
cukup lama didepan pintu gerbang. Gue termenung.
kangen itu seperti warna abu-abu. Bukan putih, bukan juga hitam. Membuat
orang bimbang karenanya.
Gue tersenyum pahit
Sakit ya, suka sama seseorang yang ga suka sama kita. Tapi lebih sakit
lagi jika kita bersama orang yang ga bisa kita miliki.
Sakit yang pertama, atau yang kedua?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar